Susah ibadah di Jepang

Susah ibadah di Jepang

FUJIHARU – Baito di Jepang merupakan satu cara agar bisa survive di negeri matahari terbit ini. Dengan baito aka part time job/ kerja paruh waktu, aku bisa jajan sehari hari dan bayar sekolah. Bagi yang dapat beasiswa nggak masalah lah ya. Mereka bisa jajan dan melakukan aktivitas lain tanpa memikirkan kondisi finansial, soalnya udah di support sama pemerintah. Bagi yang banyak duit bisa ditopang ama ortunya yang banyak duit juga. Kalo pinter ya beasiswa lah ya. Berhubung aku nggak pinter amat, ya harus cari cara lain dengan baito. Endasmu apa di support mulu. Udah mah bodoh, masa ortu support juga, hahahahahah.

Susah Ibadah di Jepang, Insiden Jenggot
Foto setelah sholat di daerah kusatsu onsen

Aku emang bukan orang suci atau baik, tapi aku dengan yakin akan bilang, “Aku sedang menuju baik”. Kok berani bilang begitu? Ya iyalah aku nggak mau jadi orang jahat. Klise? Biarin. Emang aku bukan orang jahat. Aku ingin menjadi orang baik, meskipun tidak jenius atau tidak keren. Dengan baik, menurut aku akan menjadikan hidup ini menjadi lebih tenang. Toh banyak juga yang jenius dan pinter, tapi ketika dia tidak baik, maka semua hal menjadi minus. Pokoknya titik. Baik.

Jika sholat, seringnya adalah aku jamak taqdim dan jamak takhir. Bahkan sholatnya sering di waktu yang nggak sesuai.

Nah, selama hidup di Jepang ini, aku bekerja di salah satu restoran. Kalian mungkin pernah mendengar bahwa hampir sebagian orang Jepang tidak suka yang namanya jambang. Ya, bagi mereka, katanya berjambang itu terkesan kotor. Ada juga beberapa yang bilang berjambang itu keren. Kalo bagi aku, karena menurut nabi ini sunah, ya aku laksanakan. Gunanya buat aku apa? Aku percaya, ketika yang namanya sunah atau wajib, entah saat ini aku belum merasakan atau masih ragu, aku akan dengan segenap hati berusaha melaksanakannya. Ya, mungkin bisa dibilang dogma? Nggak juga, yang pasti aku merasa, jika ini menyangkut agama, aku merasa percaya. Karena ketika rasa gelisah dan kecewa melanda, bukan teman, orang tua atau siapapun yang bisa menolong, tapi justru dari agama. Ketika percaya akan kewajiban dan sunah, aku sangat mempercayainya. Mungkin saat ini tidak semua kewajiban dan sunah dilaksanakan, tapi dengan melaksanakan beberapa hal, semoga hal sunah atau yang wajib lainnya bisa dilaksanakan dengan baik.

Berhubung baito di restoran, aku harus selalu klimis di kumis dan jenggot alias jambang. Ketika awal kerja, aku diminta untuk mencukur klimis kumis dan jenggot, dan aku menyanggupinya, karena aku pikir mungkin hanya awal kerja aja, selanjutnya bebas. Tapi justru sebaliknya, ini menjadi hal yang akan membingungkan, atau justru salah paham antara aku dan orang Jepang.

SUSAHNYA MELAKSANAKAN IBADAH SUNAH, APALAGI WAJIB DI JEPANG

Setiap aku ditegur belum cukur jenggot dan kumis, aku selalu beralasan bahwa lupa, padahal bukan lupa, aku ingin melaksanakan sunah nabi dengan memanjangkan jenggot, atau setidaknya menumbuhkan jenggot. Bukannya ciri seorang laki laki muslim adalah berjenggot?

Teguran dari kepala restoran (tenchou) ini selalu aku dapatkan hampir setiap minggu, apalagi pertumbuhan kumis dan jenggot aku sangat cepat. Dalam seminggu saja, cukup lebat. Hari kamis, 11 februari 2016 adalah puncak dari semua itu.

Sebelum baito, aku cukur kumis dan tetap membiarkan jenggot apa adanya, which is tetap tumbuh. Aku sangat yakin bahwa dengan melaksanakan sunah, akan mendatangkan kebaikan.

Sebelum ngobrolin sunah memanjangkan jenggot, bagaimana dengan kewajiban aku seperti sholat? Tidak dilaksanakan, atau lebih tepatnya ditunda. Kenapa? Aku ingin sekali ketika baito ada waktu istirahat seperti di Indonesia bisa sholat dengan nyaman, tapi ini Jepang, sangat beda. Nggak ada waktu seperti itu. Mungkin bisa aja sholat, tapi akan butuh waktu lama untuk mandi dan ganti baju. Lho kok? Iya soalnya resto yang aku jadikan sebagai tempat baito ini menyediakan daging babi sebagai makanan andalannya. Aku kudu mandi dan membersihkan badan dimana? Sangat tidak mungkin, makanya aku tunda setelah pulang baito, maka semua sholat yang ditinggalkan baru bisa dilaksanakan. Ya Allah maafkan hambamu ini yang lemah.

Aku pernah disindir seorang teman juga, yang wajib ditinggalin, kok sunah ampe dipertahanin? Sedikit menusuk hati, tapi mau gimana lagi. Ketika hal sunah ini bisa ditolerir, meskipun dimarahi, aku masih bisa melaksanakan. Tapi untuk sholat masih belum bisa. Mungkin dipecat taruhannya.

Kembali ke puncak adegan jenggot.

Aku udah bersiap jangan sampai kepala resto melihat jenggot aku yang masih lebat, so aku menunduk ketika membawa sepatu. Ketika akan finger print untuk kerja, kepala bagian manggil dengan nada keras, sehingga semua orang yang ada di sekitar itupun menengok.

“Hige!” Dia menunjukan wajah marah dan kesal ketika melihat kumis aku klimis, tapi jenggot tidak dicukur. Dia marah dengan bahasa Jepang yang tidak aku mengerti (logat Osaka). Aku hanya melihat urat mukanya dan hawa kesal yang dia tebarkan. Dan kata terakhir yang terus terngiang, “Yameterun desu”. Tanpa pikir panjang langsung menuju ruang ganti pakaian dan akan pulang. Teman teman yang ada diruangan kerja menengok semua.

Baca Juga:

Tanpa sedikitpun rasa kecewa, aku tinggalkan dia dan langsung ganti baju. Beberapa senpai kaget karena aku baru masuk tempat kerja, tapi kok buka pakaian lagi. Mereka nanya kenapa?

Aku ceritakan ke mereka kalo aku berhenti dari restoran ini. Soalnya jenggotnya belum dicukur. Mereka bilang apakah akan pulang, dicukur dan balik lagi atau gimana? Aku dengan yakin bahwa nggak. Aku berhenti. Mereka makin kaget. Aku bilang nggak apa apa. Mereka menanyakan kenapa? Aku jelaskan dengan bahasa Jepang yang seadanya bahwa Aku seorang muslim dan ciri seorang muslim adalah berjenggot, tentu saja bagi seorang laki laki. Dan, selama kerja direstoran ini, Aku berusaha mencukur karena rule perusahaan. Aku ingin sekali tetap berjenggot, toh ketika bekerja juga menggunakan masker. Dan inilah yang disebut sunah. Mereka mungkin bingung apa itu sunah. Aku hanya lebih menekankan bahwa ini terkait dengan shukyou: agama.

Mereka kaget dan merasa kasihan. Tapi nggak tahu kenapa Aku seolah dibesarkan hatinya bahwa, nggak apa apa, kamu melakukan ini demi agamamu, kamu akan melihat hal lebih indah dari ini. Aku sangat percaya janji itu.Aku tanyakan bagaimana cara mengembalikan baju seragam perusahan dll. Mereka menjelaskan cara untuk resign. Aku memasukan semua baju kerja dan segera pulang dari tempat itu. Lalu, pas berdiri, kepala resto datang dan masuk. Dengan muka masih kesal dan marah. Dia duduk.

“Kenapa nggak bilang kalo ini alasannya? Kenapa setiap kali ditegur nggak menjelaskan? Kan diawal kerja diminta untuk cukur, trus kamu bilang nggak apa apa. Jangan bodohin aku ya?”

“Maaf, sama sekali nggak ada pikiran untuk membodohi anda. Ini adalah terkait agama. Di agamaku, jenggot itu adalah seolah identitas muslim.” Aku juga ingin menjelaskan, tapi karena keterbatasan kata, dll hanya menjelaskan ini terkait agama.

“Terus kenapa nggak menjelaskan ketika dimarahi di ruang kerja?”

“Maaf, aku pikir karena tadi kepala resto marah dan mood nya masih buruk, aku menjelaskannya juga mungkin tidak bagus, jadi ya udah lebih baik aku mundur dari pekerjaan ini aja. Toh aku juga salah kan?”

“Jangan bodoh, disini sudah banyak orang asing yang kerja. Aku tahu kok.”dan kita saling berhadapan dan saling tatap cukup lama. Tidak ada sepatahkatapun yang keluar dari kami. Saat itu ruangan hanya ada aku, kepala resto, dan dua senpai yang sedang istirahat.

Karena cukup lama, aku pikir berhadapan seperti ini apakah sopan? Kalo di Indonesia mungkin aku tidak sopan karena mata aku menatap ke matanya juga. Akhirnya beberapa kali aku alihkan mata ini.

“Terus gimana? Kalo harus mencukur jenggot, maaf aku nggak bisa. Kalo kumis masih bisa dimaklumi. Mohon maaf.”Ingin kuakhiri pembicaraan ini. Aku mungkin akan bersiap mencari baito lain di Jepang ini, sudahlah. Rejeki udah ada yang mengatur, pikir aku.

“Ya kalo begitu, baiklah. Untuk kamu nggak apa apa.” Jawabnya, masih dengan muka bercampur. Aku melihat ada hawa bersalah, marah, kesal dan lain lain yang tidak bisa dideskripsikan.

“Tapi tidak mencukur jenggot, aku hanya memotong jenggot saja.”

“Hmm” jawabnya sambil mengangguk.

Alhamdulillah, akhirnya ada jalan keluar baik. Aku langsung ingat bahwa jika mengikuti agama, maka akan dimudahkan jalannya. Aku bersiap masuk kerja lagi. Dan, ketika kita bekerjasama dalam baito, terasa banget perasaan awkwardnya. Ya mau gimana lagi. Aku pikir, perusahaan ini juga butuh tenaga aku, aku juga butuh perusahaan ini sebagai baito. Jadi mungkin win win solution lah yang harus diutamakan. Alhamdulillah, segala puji bagiMu.

Update: Aku akhirnya resign dari tempat itu. Dan, susahnya nyari kerja yang jauh dari babi dan gampang untuk sholat itu seperti nyari jarum di tumpukan jerami. Allahu Akbar…lancarkan ya Allah.