FUJIHARU – Aku akan sedikit cerita tentang pengalaman sekolah bahasa di Gunma Jepang yang pernah aku alami beberapa tahun yang lalu. Banyak cerita yang aku alami selama aku sekolah di Jepang. Biaya sekolah sendiri, jadwal belajar cukup ketat dengan kerjaan atau bagaimana cara belajar saat sekolah bahasa di kota sekitar 3 jam dari Tokyo. Saat itu aku bersekolah di Maebashi Gunma, Jepang sambil kerja sambilan.
Awal mula perkenalan sekolah di Jepang
Salah satu keinginan aku semenjak SMA adalah pergi ke Jepang. Entah sedari kecil karena aku sering nonton kartun Dragon ball, Sailor Moon atau anime lain, sehingga terpengaruh secara bawah sadar atau memang aku suka Jepang semenjak itu. Apalagi aku juga mengambil jurusan bahasa saat SMA dulu.
Terkait sekolah SMA jurusan bahasa, sebenarnya aku sama sekali nggak niat masuk jurusan bahasa. Keinginanku memang menjadi seorang guru atau jurnalis, tapi aku ingin masuk jurusan IPA. Kesan masuk jurusan IPA itu keren dan serasa anak pintar, berbeda dengan jurusan bahasa yang dinilai kasta bawah atau ya kumpulan anak yang nggak pintar. Itu adalah pikiran aku dulu. Narrow minded banget ya saat itu. Jurusan apapun, jika kamu suka maka itu akan menjadi hal luar biasa buatmu.
Alasan memilih jurusan bahasa
Simple banget alasannya. Saat itu kelas 2 SMA dan semua orang sedang sibuk memikirkan jurusan apa yang akan dipilih saat kelas 3 nanti: IPB (bahasa), IPA dan IPS. Tentu saja IPA identik dengan pelajaran eksak seperti matematika, kimia, biologi, dll. Sedangkan IPS tentang ilmu sosial seperti sosiologi, akuntansi, ekonomi, dll. Terakhir adalah IPB, yang hampir setiap harinya belajar bahasa. Saat itu ada bahasa Inggris dan bahasa Jepang.
Urutan pertama jurusan yang aku pilih adalah IPA, IPB dan IPS. Untuk IPS, aku sangat nggak suka karena ada pelajaran akuntansi dan ekonomi yang menurut aku nggak penting banget untuk dipelajari. Bahkan setiap ada PR akuntansi, aku biasanya mencontek temen depanku yang jago akuntansi. Untuk IPA, aku sangat suka karena ada pelajaran biologi. Pelajaran biologi itu keren banget karena aku suka dengan isi yang ada di pelajaran biologi. Untuk IPB hanya sekedar pilihan kedua karena ngak suka IPS.
Kini kusadari bahwa ilmu ekonomi dan akuntansi sangat diperlukan. Sehari hari kita berhadapan dengan ekonomi dan akuntansi.
Tapi, semua itu berubah ketika ada teman yang bilang ke aku dan isinya sangat menyakitkan, meskipun nggak berdarah. Ketika di kelas, beberapa teman banyak yang belajar bahasa Jepang dengan buku sakunya. Mereka belajar seperti konnichiwa, ohayougozaimasu, dll. Mereka kayaknya asyik banget belajar bahasa tersebut.
“Belajar apa? Kok seru banget”
“Bahasa Jepang”
“Mau dong, ikutan. Coba lihat!”
“Ngapain, kamu nggak akan bisa. Nggak cocok”
Dia ngomong dengan nada biasa, tapi dengan ucapan tersebut aku merasa sakit dilecehkan.
Entah kenapa aku langsung merubah keinginanku masuk IPA. Saat itu juga aku langsung menetapkan pikiran bahwa aku harus masuk IPB. Aku akan membuktikan bahwa aku bisa dan akan menjadi juara di IPB lain.
Benar saja, dengan tekad kuat, aku bisa menjadi juara di kelas IPB. Aku tersenyum ketika melihat temanku yang telah menyepelekanku dan membuatnya harus “berlutut”. Bahkan nilai bahasa Jepang aku belum pernah ada yang mengalahkannya. Mungkin nilai sama, tapi belum pernah ada yang melampauinya. Pas UN pun nilai bahasa Jepang aku menjadi yang tertinggi.
Cita cita ke Jepang
Semenjak itu aku suka Jepang dan berniat kuliah atau kerja di Jepang. Tapi, moment itu harus aku tunda sampai hampir sepuluh tahun lamanya.
Menunggu selama 10 tahun memang sangat lama, tapi aku juga mengupayakannya. Masuk jurusan bahasa Jepang UPI Bandung, bekerja menjadi guru di beberapa sekolah dan juga bekerja di perusahaan Jepang di Indonesia. Saat itu usahanya cuma itu doang. Hehehe.
Mengajar di Depok
Ketika aku mengajar bahasa Jepang sebagai guru di SMA Islam Dian Didaktika Cinere Depok, aku mendapatkan informasi dari facebook bahwa bisa ke Jepang dengan bersekolah bahasa. Jika kita sekolah bahasa, maka bahasa Jepang kita akan bagus dan bisa melanjutkan ke universitas di Jepang. Wah, seneng banget akhirnya ada kesempatan, meskipun aku harus membayar sekian puluh juta untuk pertama kalinya. bagi kalian yang pintar, cari beasiswa aja ya.
Baca Juga:
Btw, aku juga ikutan lomba atau ikut kompetensi bunkasai se Jabar, tapi masih belum juara. Saat itu cuma masuk sebagai wakil UPI ke Jabar, tapi nggak juara. Huks. Padahal sangat berharap dengan lolos maka kesempatan beasiswa akan lebih besar.
Dari informasi facebook, aku terus konsultasi dengan stafnya. Bagaimana cara bersekolah di Jepang, dll. Berapa biaya yang harus dikeluarkan dan juga persiapan apa saja yang harus dipersiapkan.
Persiapan ke Jepang
Saat itu diinfokan bahwa aku akan bersekolah di Maebashi, Gunma Jepang. Hasil sekolah itu karena cocok dengan kondisi keuangan aku yang pas pasan, bahkan sekolahnya bisa dicicil.
Bayar sekolah 6 bulan dimuka
Aku harus menyediakan uang sekitar 65-70 juta untuk bisa sampai ke Jepang. Sungguh uang yang sangat banyak karena gaji seorang guru nggak mungkin bisa sampai sebegitu besarnya. Tapi alhamdulillah, ada law of attraction. Aku yang punya keinginan kuat dan nggak ada biaya, justru mendapatkan rejeki yang nggak terduga. Aku bia ngeles di LPK Sakura Bekasi, ngajar privat di GDC (Depok), Epsilon Cinere, dan Lembaga les lain, juga sekolah swasta maupun negeri.
Kekurangan uang yang aku dapatkan ditutupi oleh pamanku. Mereka berbaik hati meminjamkan uangnya. Sebenarnya aku punya, tapi karena aku ditipu oleh teman SMA puluhan juta, jadi uangnya hilang. Halo, apa kabar teman? uangku bisa kamu kembalikan? Atau aku tagih diakhirat?
Untuk agent aku yang ada di Bandung, terimakasih sebanyak banyaknya karena telah banyak membantu.
Rincian biaya sekolah 65-70 juta:
1. Tiket Air Asia Jakarta-Malaysia-Haneda
2. Biaya SPP sekolah 6 bulan beserta buku
3. Biaya asrama 3 bulan dengan kewajiban kerja bakti 1 jam perharinya
4. Biaya hidup untuk 2 bulan di Jepang
Itulah beberapa rincian yang aku bayarkan. Untuk tiket air asia, aku sarankan kamu pesan makanan karena jika beli diatas penerbangan, maka akan mahal. Lebih enak menggunakan Garuda sih, kita nggak perlu repot beli makanan dan juga mengatur bagasi. Jika Airasia, bagasi juga harus bayar karena dapat sedikit.
Bersama teman sekolah bahasa |
Biaya SPP sekolah sebenarnya mahal lho jika dibandingkan dengan sekolah lain. Ya keuntungannya aku bisa cicil, soalnya jika bayar lunas aku nggak ada duit. Aku melakukan perbandingan ketika aku main di Shizuoka. Sekolahnya lebih bagus dan bayaran selama sekolah sekitar 80 juta yen. Murah banget kan?
Jika sekolahku kalo nggak salah sekitar 28.0000 man (1 yen=130) maka sekitar 36,4 juta persemester. Ketika aku telah di Jepang, aku juga kembali mencicil dengan 4 kali bayaran. Perbulannya sekitar 8 man dan sisanya.
Uang sekitar 65 juta juga sisanya bisa aku belanjakan untuk beli laptop Lenovo.
Jujur, uang yang aku dapatkan terbuang percuma karena untuk sekolah semua. Inginnya aku juga menggunakan untuk jalan jalan ke Jepang, tapi hidup nggak seindah yang dibayangkan. Tapi, aku suka karena semakin kita kerja keras, maka kita mendapat lebih.
Sekolahku jelek
Jujur, ketika aku diperkenalkan ke sekolah, aku melihat sekolah yang bagus di Maebashi dan terkenal sejak dari dulu. Bangga banget awalnya. Tapi, ketika aku belajar, justru ditaruh digedung lain yang bobrok. Mungkin kamu bisa bilang alay, tapi beneran. Depan sekolah kita seperti tumpukan sampah dan juga kayu kayu nggak terpakai yang teronggok dibangunan tua nggak terurus. Ketika masuk kelas, meja dan kursinya terbuat dari kayu yang nggak bagus. Seadanya. Lalu beberapa tembok juga bolong. Mungkin AC yang diambil sehingga meninggalkan bolong di tembok. Jika musim dingin tiba, kita semua kedinginan bukan kepalang karena nggak ada pemanas. Saat itu kita minta pemanas ke sekolah karena kita sudah nggak tahan dengan dinginnya Maebashi. Suhu sekitar 5 derajat tapi nggak ada pemanas. Bayangkan? Untunglah diberikan danbo atau pemanas satu di kelas. Meskipun ada danbo, tetap dingin karena sepertinya nggak berfungsi dengan baik.
Baca Juga:
Bahkan aku memikirkan bahwa kita adalah anak anak dalam Laskar pelangi. Wakakaka
Untunglah kejadian itu hanya berselang setahun karena setelahnya aku pindah kelas yang lebih bersih dan lebih hangat. Kelas yang aku maksud juga direnovasi menjadi lebih baik.
Jujur, sekolahku mirip dengan Diner dash game yang awalnya rongsokan menjadi bagus. Kini sekolahnya lebih baik dan terawat dari sebelumnya.
Sekolah nggak ada gunanya
Meskipun aku bilang percuma, nggak sepenuhnya benar. Aku memang bekerja keras sebagai baito, tapi uangnya serasa langsung menghilang karena harus dibelanjakan untuk pendidikan. Jika belajarnya bagus sih nggak apa apa, tapi aku justru sering ngantuk dan energiku habis karena baito. Belajarnya bagaimana? Ya mencret! Nggak bagus.
Kadang aku kecewa ketika pulang dari Jepang, tapi nggak bawa kemampuan lebih atau uang lebih. Tapi aku bersyukur aku bertemu orang orang yang membawa pembelajaran bagiku dan baik baik. Alhamdulillah.
Belajar di kelas
Belajar dikelas merupakan challenge tersendiri buatku. Kenapa? Aku yang sedari kecil gampang ngantuk, ditambah dengan badan yang capek, maka semakin ngantuklah aku ketika di kelas. Tapi anehnya, ketika udah selesai dari kelas, maka aku kembali segar bugar. Hahaha.
Alhamdulillah, dengan belajar, aku bisa baca kanji, ya meskipun sedikit dan bisa lolos JLPT N3. Inginnya sih lolos JLPT N1. Hahaha cuma maklumin ajalah sebelumnya aja kemampuan JLPT N5 atau N4. Dengan lulus JLPT N3 itupun, aku sangat bersyukur karena aku memang jarang belajar bahasa Jepang. Keseharianku sudah fokus dengan baito dan baito.
Jadwal Belajar
Aku belajar dari jam 09.00 sampai jam 12.00. Pelajaran yang aku dapatkan adalah bunpo, kanji, choukai, dll. Hampir sama dengan kursus yang ada di Indonesia, tapi tentunya lebih bagus karena semuanya menggunakan bahasa Jepang. Khusus sekolahku, karena di dominasi oleh anak Indonesia, maka banyak sekali orang Indonesia yang bicara bahasa Indonesia, maka kurang maksimal belajarnya.
Belajar sekolah bahasa Jepang di Jepang mirip dengan kursus yang kita ambil di Indonesia lho. Bedanya, lingkungan cukup mendukung kita untuk bisa bahasa Jepang.
Untuk program bahasa Jepang, short course belajar jangka pendeknya adalah 6 bulan, sedangkan yang lama jangka waktunya 2 tahun.
Semua guru sangat mengakomodir kita semua lho. Ramah banget jika sebagai guru. Ada guru yang sangat berkesan ketika aku belajar di Jepang, namanya adalah Taemi dan Murayama sensei. Mereka berdua punya karisma tersendiri. Taemi sensei dengan gaya galak dan super judesnya, tapi menurut aku, bagus banget caranya. Aku nggak masalah jika dimarahi oleh beliau karena sebagai guru, itulah yang terbaik. Jika Murayama sensei, cara sabar dia dan juga pendekatan yang bagus ke murid membuat kita tertarik bahasa Jepang lebih jauh. Namun sayang, Murayama sensei pindah sekolah lain untuk mengajar.
Jangka waktu belajar di Jepang
Selama di Jepang, aku sebenarnya mengambil program yang 1,5 tahun, tapi justru berakhir 2 tahun. Aku ingin sekali melanjutkan ke universitas, tapi terkait uang dan juga kabar nenek yang nggak sempat aku terima membuatku ingin cepat pulang. Saat itu aku salah memperhitungkan uang untuk masuk universitas. Aku kurang banyak baito dan juga harus bayar hutang ke paman, jadi aku belum banyak menyimpan uang. Sedangkan kabar nenek menjadi kegelisahan aku yang lain. Saat di Jepang, ada 2 bibi dan juga beberapa tetangga yang telas tiada, aku khawatir pada nenekku yang memang sudah tua. Setiap aku tanya kabar nenek, keluargaku selalu bilang dia lagi main atau sedang kesuatu tempat. Karena nggak ada jawaban langsung dari nenek, aku putuskan pulang karena khawatir, alhamdulillah nenekku sehat meskipun semakin tua.
Baca Juga:
Sekolah di jepang bukan hanya melulu tentang sekolah dan juga baito, aku juga pernah jalan jalan dan menikmati budaya di Jepang. Menikmati onsen saat musim dingin, jalan jalan bersama orang Jepang, ke Universal Studio Osaka, pesta makan bersama orang Jepang menjadi kegiatanku selama di Jepang. Alhamdulillah kehidupanku nggak membosankan.
Sekedar saran bagi siapapun yang ingin bersekolah di Jepang, lebih baik kamu kumpulkan uang dan kursus bahasa Jepang di kota terdekatmu misal di Karawang, Bekasi, Jakarta, Bandung, Surabaya atau kota lainnya. Dengan belajar terlebih dahulu, kamu bisa mencuri start dan bisa dengan lebih mudah belajar saat di Jepang. Di Jepang, setiap hari belajar satu atau 2 bab setiap harinya.
Kegiatan selain baito dan sekolah; berendam di onsen |
Bagi yang ingin ke universitas, siapkan otakmu agar nggak perlu mengeluarkan biaya jika ke Jepang. Kamu akan lebih bangga jika pemerintah atau badan tertentu yang membiayai, tapi kamu juga harus pintar ya.
Apapun jalannya, semoga halal dan baik. Apapun yang terjadi dalam hidupmu, selalu syukuri.
Jika ingin memberikan saran, carilah sekolah bahasa Jepang yang lebih bagus, cobalah cari di kota Tokyo, Kyoto atau Osaka karena budaya dan ciri khas dari kotanya lebih terasa dan pastinya akan memperkaya pengalamanmu.