FUJIHARU – Perjalanan kereta aku lakukan menuju Menara Cakrawala Thamrin, Menteng, Jakarta. Sebenarnya aku ingin menggunakan sepeda motor agar lebih mudah, tapi pikiran itu aku urungkan. Jalanan Jakarta yang macet dan juga beberapa wilayah forboden yang belum aku tahu takut menghambat pertemuan aku dengan pihak JAC. Dan, ada sedikit trauma jika lewat Jakarta kota. Beberapa tahun lalu aku pernah ditilang karena memasuki wilayah yang khusus mobil dan aku sama sekali nggak menyadarinya. Bahkan aku pernah muter muter jembatan semanggi (?) yang berupa lingkaran itu. Sejak itu, aku lebih memilih busway atau kereta api untuk perjalanan ke Jakarta kota.
Tujuan aku ke menara Cakrawala adalah untuk interview dengan client yang dikenalkan oleh lembaga pencari kerja JAC. Sudah sejak lama aku berhubungan dengan pihak JAC. Berkat mereka aku bisa interview dengan beberapa perusahaan Jepang. Sebenarnya aku bisa saja posting lamaran di website job searching, tapi aku lebih memilih pihak pencari tenaga kerja ini. Disamping memudahkan aku, mereka juga bisa mencari perusahaan yang dirasa tepat dengan aku, begitupun sebaliknya.
Alasan lain nggak menggunakan website online adalah karena takut abal abal. Beberapa kali aku kirim lamaran, tapi undangan kerjanya berupa SMS. What? Perusahaan besar tidak mungkin seperti itu. Perusahaan yang profesional setidaknya menggunakan email atau telepon untuk menginformasikan kapan interviewnya. Jika sudah ada informasi email, biasanya bisa berupa telpon wa/ sms. Itupun setelah ada tindak lanjutnya.
Baca Juga:
Perjalanan yang aku lakukan dengan Jakarta dari stasiun bekasi sekitar jam 10 pagian. Antara Bekasi dan Gondangdia, aku mendapatkan banyak sekali ide tentang ide blog, mengamati tingkah laku orang, perubahan Bekasi dan Jakarta, kereta yang bersih, dan berbagai macam pikiran memberikan inspirasi selama perjalanan tersebut.
Salah satu inspirasi yang aku dapat adalah tentang perubahan. Mau tidak mau, perubahan akan datang. Jika kamu tidak bisa berdamai dengan perubahan, maka kamu akan tertinggal. Perubahan yang dimaksud banyak tentunya: Sikap, kebersihan, pembangunan, dll. Ketika didalam kereta, aku melihat kursi kereta cukup kecil (hanya disisi 3 orang), tidak seperti kursi biasanya yang bisa diisi sekitar 8 orang.
Antara kursi biasa dan kursi prioritas juga tidak ada bedanya, hanya posisi kursi prioritas biasanya lebih dekat dengan ujung gerbong. Ketika datang seorang yang hamil tua beserta suami dan 2 anaknya yang masih kecil, aku merasa tersentuh. Sorang bapak bapak segera berdiri dan memberikan tempat duduknya. Bahkan satu orang lainpun berdiri untuk mempersilakan suami yang membawa anaknya untuk duduk. Subhanallah. Ketika melihatnya, aku senang sekali, inilah yang dibutuhkan bangsa ini, saling megasihi. Meskipun, disamping aku, ada yang berbisik, “hei, ada ibu hamil. Berdirilah!” tapi justru tidak disambut baik temannya. Ia malah kembali tidur.
Dalam perjalanan ini juga aku melihat begitu banyak perubahan didalam kereta dan di dalam stasiun. Kondisi keretanya cukup bersih dan penumpangnya juga tahu diri dengan tidak membawa barang yang besar. Aku masih ingat kejadian dulu, ketika aku diajak saudara ke daerah pondokkopi untuk main. Selama perjalanan, bau bising, berdesakan dan rasa tidak aman selalu aku rasakan.
Penjualan asongan yang menjajakan dagangannya selalu mondar mandir digerbong yang penuh sesak itu. Bahkan, beberapa orang yang berpura pura membersihkan sampah dibawah kolong selalu menggangguku. “Permisi bang, mau bersihin sampah dikolong”. Memang bagus dia membersihkan sampah, tapi sampahnya nggak diambil, hanya sekedar properti untuk pencitraannya. Untuk berdesakan, aku nggak masalah, karena di transportasi masal seperti ini pasti begitu. Kita memang perlu transportasi masal kereta agar mengurangi kemacetan dan menghemat waktu.
Ketika turun di Gondang dia, aku cukup terkejut. Stasiunnya cukup besar juga. Toilet yang disediakan pihak kereta api juga cukup bersih, karena setiap waktu ada yang membersihkan. Sholat disitu menenangkan lho. Adem banget. Ketika keluar stasiun, aku baru kaget. Macet sekali. Rambu lalu lintas yang tidak berfungsi baik, polisi yang tidak ada untuk mengatur dan kesadaran pengendara untuk patuh lalu lintas menjadikan wilayah sekitar situ cukup ruwet. Bagi yang menggunakan motor mungkin masih bisa melaluinya tanpa masalah, tapi jika yang bawa mobil akan susah. Beberapa kali aku lihat keruwetan yang susah diuraikan.
Dibalik semua keruwetan yang ada, aku salut dengan perkembangan Jakarta dan kota sekitarnya. Negara kita berkembang. Masih jauh dari bagus dan maju, tapi kita berubah menuju hal itu. Semoga.