FUJIHARU – Can you imagine, we went to Akagi san (Mountain) by bicycle? Yes, we did, and its like hell no no no no again. Hahahaha, but the view was unimaginable. So beautiful, Gorgeous, Awesome! Maybe we gain it by pain, thats why the result was marvelous.
Pemandangan Akagi San dan Akagi Jinja |
Tanggal 22 dan 23 Oktober minggu lalu merupakan the best week at that month. Kenapa? Soalnya bisa jalan bareng temen saat libur merupakan hal yang langka, apalagi dengan biaya yang hemat. Hehehe. Disini aku akan sedikit cerita tentang bagaimana keindahan Akagi san dan lika likunya dengan menggunakan sepeda, plus harus balik lagi ke Akagi san untuk ambil tas yang ketinggalan. What???
Akagi merupakan salah satu pegunungan dan juga gunung yang terkenal di Gunma. Disekelilingnya, banyak sekali onsen (pemandian air panas) dan ryoukan (penginapan tradisional)yang menawarkan keindahan alam beserta cottagenya. Sangat cocok bagi orang orang yang ingin menghabiskan liburan akhir pekan setelah merasakan kegiatan rutin yang cukup melelahkan. Begitupun bagi kami, anak anak Indonesia yang sekolah sekaligus baito disini. liburan merupakan saat yang paling dinantikan, apalagi jika kegiatannya gratis, ya setidknya nggak mahal.
Rencana ke Akagi sebenarnya udah direncanakan awal musim panas bersama temen sekelas, Irfan. Kita ingin merasakan keindahan musim aki yang berisi daun daun yang berwarna coklat atau kekuningan. Maklum, jika kita jalan jalan saat musim panas di gunung, hanya terlihat kehijauan yang biasa. Jadi inget Indonesia kalo melihat keindahan alam dengan hijaunya daun daun. Hijau daun saat musim panas tidak begitu indah dibandingkan Indonesia. Mungkin karena panasnya suhu kali ya. Nah, berhubung musim panas dan juga moment yang tepat belum datang juga, ada tawaran dari teman lain untuk jalan jalan ke Akagi. Wah, kesempatan bagus, soalnya siapa tahu nanti nggak jadi dengan Irfan, lebih baik berangkat ama teman teman ini. So, i decided to go to Akagi with Halida, Syarah, Irang, Google, Fajar, dan Ohim. Mereka adalah temen temen seperjuangan di Jepang saat ini.
Ngegaya dulu ah |
Yang bikin aku setuju dengan ide mereka adalah karena mereka sama sekali nggak takut akan capek untuk naik gunung dengan bersepeda. Sangat bersemangat, makanya aku juga berani menerima tantangan kemanapun jauhnya tujuan akan dicari.
Kita janjian di Chuo Maebashi Eki jam sepuluh. Itu janjinya, tapi seperti biasa, rasa khas janji karet kita juga masih ada. Mereka datang telat sepuluh menit setelahnya. Minna, osoi yo. Yakusoku o mamotte kudasai!
Nah, karena agak telat itulah, kita nyari schedule kereta menuju Ogo eki. Nah, karena baru pertama kali naik kereta ryomo line, kita kurang persiapan, tapi karena kurang persiapan ini, rencana kita jadi begitu berisi, alias makin menarik. There is always unpredictable moment. Hahahah. Karena kereta buru buru berangkat, kita hanya dikasih karcis kuning untuk menuju Ogo eki, padahal biasanya kita kudu bayar tiket di mesin yang ada disitu. Baik banget petugas Eki di Chuo Maebashi Eki nya. Nah, kita masuk ke kereta dengan membawa sepeda lho. Ha? Kok bisa? Kan harusnya sepeda dilarang masuk kereta, kecuali sepeda lipat. Memang benar, tapi karena rute yang kita tuju itu daerah yang sepi, alias desa, makanya kita boleh bawa sepeda dalam kereta. Ya mengganggu orang lain sih sebenarnya, tapi mungkin demi bisnis, kita semua saling toleransi. Kalo ke arah Tokyo bawa sepeda, kayaknya kita akan dipelototin semua orang Jepang. Heheheh. Berhubung kereta yang membawa kita merupakan rute yang ke arah desa desa kecil, maka diperbolehkan. Yeah.
Sepeda bisa masuk kereta |
Akhirnya kita sampai juga ke Ogo Eki. Stasiunnya kecil. Ya iyalah, kan namanya juga desa. Tiba tiba ada suara teriakan dari petugas Eki di Ogo ini. Katanya kita kudu turun dari sepeda. Ternyata ada temen aku yang menaiki sepedanya saat turun dari peron. Tapi cara dia yang kasar itu telah merusak image Jepang yang hospitality atau Omotenashi nya nomor satu. Kok dia begitu ya? Terus, ketika akan membayar karcis kuning dari Chuo Maebashi eki, dia bilang, “Ryougae!” Dengan kasarnya. Kita semua belum pernah dan belum tahu cara bayar di kereta ini, makanya ketika kita menyerahkan karcis kuning, dia teriak dengan kencangnya, juga dengan muka jutek. Tidak ada sopannya.
I think thats the worst Japanese as public Image, especially in Ogo Eki. Come on Bitch! Lets have some respect. We didnt know your culture, so if we made some mistake, please give some proper instruction. We also humble that we did mistake, but the way you did, just mark bad sign in our memory. You knew that we asked you the meaning of ryugae, but you just shouted us as the dumbest person. We know we are stupid, atleast, show some respect!
Kita semua shock, kok ada ya orang Jepang yang seperti ini. Dia merupakan perempuan muda sekitar 25-33 tahun, berkacamata, kulit putih, tinggi sekitar 160an, rambut sedikit merah. Saat itu dia sendirian sebagai petugas kereta api. Kita berusaha untuk tenang dan ramah. Mungkin dia sedang PMS, jadi ya maklumi saja. Tapi, moment selanjutnya bikin kita tambah shock. Setelah kita keluar pintu petugas tiket, kita berusaha ramah dengan bilang terimakasih, tapi tidak dijawab sedikitpun, bahkan senyumpun tidak. What the fuck! You need to fix your attitude. Dan, kita makin shock ketika orang terakhir yang keluar diteriakin petugas tersebut untuk menutup pintunya. Oh my god. Dia bisa baik baik minta kita untuk menutup pintunya. Kita kaget luar biasa dan langsung berbincang diluar kalo orang Jepang kok kasar begini ya, apalagi seorang public image. Kita sengaja ngomong dengan bahasa Jepang agar orang orang sekitar tahu bahwa hospitality yang ditunjukan oleh petugas public tidak bagus, alias kasar. How rude you are, lady!
Kenshuusei 2017 |
Dan, untuk mengusir kekagetan kita, foto merupakan salah satu energi untuk mengisi bensin fun kita. Kita foto di kincir angin dekat Ogo eki, by the way, nanti dimarahi lagi ya kalo kita ambil foto disini? Kikikiki.
Kita siapkan mapsme atau google map untuk sampai tujuan kita.
Selama perjalanan, kita optimis karena semangat yang kita bawa sangat luarbiasa, meskipun sedikit ternodai. Semangat kita sudah tidak perawan lagi. Kikikikiki. Selama perjalanan, kita merasakan bahwa jangan sekali kali naik gunung menggunakan sepeda. Sehebat apapun kemampuan kalian, jika kurang latihan dan tidak dilengkapi dengan perlatan yang memadai, maka kegiatanmu tidak semulus kulit Mariana Renata. Kikiki jadi ingat iklan sabun LUX.
Perjalanan yang menanjak sudah kita rasakan dari Ogo Eki sampai seterusnya. Jalanan yang kita lewati sebagian besar kita lalukan dengan menuntun sepeda. Kaki terasa capek, apalagi ceweknya. Kalo yang cowok memaksapun, nggak enak jika yang ceweknya ditinggal. Alhasil kita lebih sering menuntun sepeda daripada gowes. Tapi banyak sekali cerita yang kita buat saat kebersamaan itu. Kita pura pura sebagai kenshuusei 2017 lah, makan makanan nggak enak yang terasa enak saking laparnya. Berbagi makanan, sholat bareng di Night View, Merasakan dinginnya Akagi, niat bohong berakhir tragis, rasa sok tahu yang membuat kesasar, sedikit cerita mistis dll.
Perjalanan ke Akagi sepertinya tidak akan mulus ketika waktu yang terlihat tidak mencukupi untuk sampai puncak. Alhasil kita hanya sampai night view, itupun dengan usaha yang luar biasa hebatnya. Kita menuntun sepeda dari bawah sampai atas. Oh My God.
Baca Juga:
Tidak afdol jika jalan jalan ke Jepang tanpa mengunjungi kuilnya. Disini ada Akagi Jinja. Orang orang banyak berdatangan. Dibalik kesekuleran atau ketidak percayaannya mereka akan tuhan, mereka tetap percaya bahwa ada kekuatan dahsyat yang bisa mereka percayai. Ya mungkin arti tuhan bagi mereka seperti itu. Aku merasa mereka melakukan itu seperti Umat Nasrani yang datang ke Gereja saat hari Minggu. Disana mereka berdoa dan juga mengambil air ajaib. Ya, aku menyebutnya begitu. Kita juga sering melihat iklan yang ditempelkan sepanjang jalan menuju Bandung dari arah Cirebon. Air mujarab! mereka juga percaya itu. Mereka percaya bahwa air itu bisa membuat mereka awet muda, makanan jadi enak, sushi makin enak, minum jadi lebih segar dll. Aku membayangkan bahwa memang itulah kehebatan air yang masih murni dari pegunungan. Banyak dari mereka yang membawa derigen.
Pas pintu masuk menuju Akagi Jinja, ada kayu tinggi khas pintu masuk kuil Jepang. Lalu sebelah kanan ikan yang sangat besar, sebelah kirinya ada tempat orang orang meminta ramalan. Dalamnya sangat sejuk. Soalnya hampir semuanya masih natural. Kanan kiri kuil semuanya pohon pohon yang besar dan tinggi. What a beautiful view!
Perjalanan masih berlanjut dengan energi sisa yang ada. Sekitar perjalana 40 menit dari Akagi Jinja, kita semua istirahat dan juga ini menjadi saksi tas aku ketinggalan. What a strange moment! Ya…biasanya aku selalu ingat dengan tas, tapi hari itu bener bener lupa. Saking dingin dan juga udah malam. Soalny saat Aki, matahari udah tenggelam pada pukul 5. Cepet banget ya.
Puncak tertinggi yang kita naiki adalah night View. Hampir semua keindahan bisa terlihat dari sini.
Pas pulang menuruni bukit, itulah moment yang paling extreme dan juga kita sukai. Kenapa? Kita nggak perlu gowes dari atas sampai bawah. Surga dunia! Hahahah yang ada hanya suara pedal rem kita yang bercicit agar kita nggak jatuh ke jurang. Hahahah soalnya tinggi banget dan terjal rutenya.
Pas ditengah perjalanan, aku baru sadar tas nggak dibawa. Dompet yang berisi duit sekitar 2 juta juga atm dll tertinggal juga. Nggak mungkin kalo harus naik keatas lagi. Aku minta bantuan orang Jepang dan Indonesia untuk menemani besok, tapi apa daya, mereka semua sudah punya rencana. Alhasil harus sendirian ambil lagi ke Akagi. Rencana terberat naik sepeda lagi. Rencana hebat yang bikin bolong dompet mungkin naik taksi. Kikiki, tapi berhubung aku sadar bahwa ini Jepang, aku cari aja info di Internet.
Takusi Furusato |
Pas nyari ternyata ada bus (takushi furusato) yang menuju ke atas itu. Tahu bayarnya berapa? Cuma 210 yen. Oh my god!!!! Sejauh itu cuma segitu? I love Jepang!
Besoknya kesana lagi naik kereta, lalu naik bus Furusato yang 210 yen itu, dan dilanjutkan jalan kaki, karena rute bus tidak sampai ke tempat aku kehilangan tas. dan, tara!!!! Tas masih ada, juga isinya. Luar biasa orang Jepang. Kalo bukan miliknya nggak diambil!
Rencana selanjutnya kemana ya???