FUJIHARU – Bagaimana sih rasanya masuk ruang operasi? Sakit nggak pas operasi? Ada pikiran untuk lebih baik sakit daripada terbaring di meja operasi? Ada, pikirannya malahan lebih baik sakit daripada harus kenapa kenapa di ruang operasi, apalagi ini adalah operasi pertama, di Jepang pula, jauh dari keluarga dan saudara. Dan, inilah cerita pertama kalinya aku mengalami operasi di Maebashi, Gunma. Wilayah tengah Jepang di Rumah Sakit Chuo Byouin.
Sebelum lebih lanjut, bahasa Jepang cepat sembuh apa ya? Odaijini. Ucapkan ketika menjenguk orang yang sakit ya.
Diinfus sebelum dan sesudah operasi |
Sebenarnya rasa “sakit” ini udah dirasakan semenjak SMA atau kuliah ya, lupa…abisnya dibilang sakit nggak ada sakit sama sekali, tapi serasa ada yang salah dengan “ini”. Dan, kalo melakukan treatment di Indonesia, ada rasa khawatir: Malpraktek? Nggak ada duit? Malu? dll. Pokoknya ada seribu alasan untuk tidak menyembuhkan “sakit” yang satu ini. Berhubung sedang di Jepang, apa salahnya ingin menyembuhkan sakit ini. Dirasa aku juga merasa yakin dengan kemampuan dokter-dokter disini (Indonesia juga bagus kok, cuma harganya mahal), juga biayanya yang relatif hemat.
What? Beneran? Kan diluar negeri, masa sih biayanya lebih hemat? Memang bener hemat lho. Selama aku melakukan pre, operasi dan pasca, duit yang dikeluarkan sekitar 40.000 yen. Jika di rupiahkan sekitar 4 sampai 5 juta. Mahal dong kalo segitu… Kalo pake duit Indonesia jelas mahal. Berhubung aku juga baito yang dapat duit lebih dari itu, lalu bayaran juga sebenarnya dicover ama hoken, atau jaminan kesehatan Jepang. Dan yang terpenting, fasilitasnya dijamin nomer satu. Nggak ada pasien miskin dll, semua penting dan bagi yang sakit berhak untuk sembuh dan mendapatkan perawatan terbaik di Rumah Sakit.
Pre Operasi
Sebenarnya pengen nyembuhin ini udah lama banget. Btw,,,apa sih nama penyakitnya? Hahahah malu ah nyebutnya. Pokoknya ada di wilayah yang kurang pantas untuk di blow up. Hahahaha. Sakit ini nggak begitu penting dan serasa remeh temeh, tapi semenjak beberapa tahun di Jepang, ada pikiran agar dihilangkan aja selagi ada di Jepang. Soalnya akan lebih enak ketika bersepeda, lari ataupun melakukan aktivitas lainnya.
Baca Juga:
Bertanya ke suster volunteer
Pas libur, aku datang langsung ke bagian resepsionis dan menanyakan sedikit saran tentang sakit ini. Berhubung nggak begitu tahu nama penyakit dan dokter mana yang perlu di datangi, datang ke bagian Uketsuke atau resepsionis. Nah ada perempuan berseragam hitam putih, biasanya wanita yang berumur sekitar 55 ke atas, atau seorang volunteer. Karena aku juga malu nunjukin langsung, so aku ambil gambar “sakit” nya dan menunjukannya kepada bagian resepsionis itu. Dia bingung awalnya. Apa ini? dengan malu aku sedikit menceritakan padanya, lalu dia permisi sebentar untuk menanyakan ke bagian tertentu.
Aku menunggu sekitar 5 sampai 10 menit. Dia datang lagi dan menjelaskan bagian dokter mana yang harus aku datangi.”Kamu harus datang di bagian Geka, which is bagian dokter yang ngurusin bagian luar tubuh, atau bagian kulit. Berhubung sekarang jam 1 siang, jadi tidak bisa melayani pendaftaran dan lainnya. Kalo mau besok datang lagi dari jam 9 sampai jam 12 siang. Atau kalau mau secepatnya, bisa datang ke bagian dokter kulit yang ada di klinik-klinik sekitar sini. Biasanya mereka buka lebih lama. Aku mikir, jika ke klinik, maka mungkin biaya akan lebih mahal, karena mirip swasta (padahal nggak tahu kebenarannya). Aku memutuskan untuk datang di RS Chuo Byouin karena disamping dekat rumah, juga sedikit familiar dengan tempatnya.Kembali datang ke RS
Besoknya datang deh ke RS lagi, daftar ke antrian Geka dan nunggu lama. Hampir sama dengan di Indonesia, cuma disini lebih bersih dan nggak sehoror di RS Indonesia. Jadi ingat waktu di RS dulu dan jenguk kakak yang pernah dirawat di RS di Indonesia. Suasananya cukup menakutkan. Ada beberapa spot yang bau anyir, bau aneh, ataupun bau apek. Kalo disini itu bersih, dingin, bau khas RS (bau obat) dan juga cukup wangi. Banyak banget yang antri disini. Tua muda ngantri. Btw, sebelum antri, aku menyerahkan data terlebih dahulu ke suster yang ngurusin dokumen di bagian Geka. Lalu dia menyerahkan beberapa kertas yang harus di isi.
Nah berhubung tulisannya Jepang semua, terus berkanji dan berbau bahasa medis, remuklah otak ini. Hahahah so, dengan sedikit bahasa Jepang, aku minta anaknya seorang pasien untuk membaca bahasa Jepangnya dan menjelaskan dengan lebih sederhana. Ada tekanan darah, tinggi berapa, beratnya berapa, dll. Lalu cek tekanan darahnya juga otomatis. Cukup masukan tangan ke mesin kecil, tekan tombol, terus menekan pergelangan kita dan beberapa detik kemudian, keluarlah hasilnya. Setelah itu diserahkan ke susternya. Cukup lama juga lho proses menunggunya. Cek awal ini aku harus nunggu sekitar 6 sampai 8 jam. Soalnya datang dari jam 8 an sampai jam setengah 5 baru beres. Ketemu dokternya dan langsung di cek ke bagian sakitnya. Dokternya ramah banget. Keren deh dokter sini (soalnya dulu pas sakit di Indonesia, dokternya serasa ogah ogahan gitu; nggak mau kenal).
Ramah sekali pelayanannya
Disini beda, serasa kita special, personal. Ya sebenarnya nggak mungkin dokternya se personal itu, mengingat saking banyaknya pasien, tapi setidaknya keramah tamahan nya bisa menenangkan aku ketika dicek oleh dia. Soalnya ada perasaan takut juga, bagaimana jika sakit ini lebih berbahaya dari yang dibayangkan? Kita ngobrol banyak tentang sakit ini mulai kapan dirasakan, pernah masuk RS sebelumnya atau ngapain ada di Jepang.
Semua obrolan sangat natural dan aku menyukai service yang diberikan oleh dokter dokter Jepang. Aku juga bilang kalo aku ingin menghilangkan bagian ini karena mengganggu dan ya biar sakit ini sembuh, juga biaya yang harus aku keluarkan. Dokter dan suster izin sebentar untuk mencari data biaya ketika operasi dan pascanya. Katanya untuk operasinya saja sekitar 10.000 yen sampai 20.000. Oh kalo segitu masih bisa.
Check
Setelah cek harus menunggu lagi, soalnya dokter yang barusan cek itu nggak bisa mengoperasi aku saat operasi kelak, so ganti dokter lain, nunggu lagi. Ketika ketemu dokter baru, yang aku tahu namanya Dokter Tani, dia ramah banget. Orangnya agak gemuk gitu dan sama ramahnya. Apalagi susternya. Pas aku nunggu, dia ampe bilang maaf dan pake bahasa yang sopan banget karena membuat aku menunggu. Berharap di Indonesia juga seperti ini. Pasien jadi serasa ingin sembuh dan merasa dapat support dari tim RS.
Periksa seluruh badan
Cek selanjutnya adalah rontgen. Di rontgen ini, aku harus berdiri dan menahan napas karena akan diambil di bagian dada. Lalu yang kedua adalah bagian bawah perut. Setelahnya aku harus berbaring di dipan dan kembali di rontgen. Aku nggak menyangka ternyata cukup ribet juga. Bukan ribet, tapi detail. Naik lantai dua, aku melaukan tes urine, dilanjutkan tes darah. Pas tes darah, cukup kaget. Bagaimana nggak kaget, saat itu langsung diambil darah sebanyak 4 sampai 6 botol kecil. Mungkin untuk di cek secara keseluruhan kalinya. Cuma agak shock…soalnya sebanyak itu dan aku merasa pusing sesudahnya.
Selesai melakukan cek, aku kembali menunggu sembari menyerahkan data ke suster Geka sebelumnya. Sekitar jam 4 an, aku dipanggil lagi dan mengobrol bahwa operasi akan dilakukan hari senin pagi jam sepuluh. So, aku diharapkan harus ada di RS jam 8 atau 9 sebelumnya. Deg! Hari yang ditunggu datang juga. Tapi…..kata dia harus menginap sehari. What?Untuk mengurusnya, aku harus menemui beberapa ahli RS. Apalagi ini?
Pembayaran check ulang di RS setelah operasi hanya 200 yen lho. Nggak percaya?(Bersambung ke Part 2)